Senin, 06 September 2010

Sebuah Kegelisahan

Kamis pagi, 2 September 2010. Siap2 berangkat ke kantor. Ambil sepatu, tas kujinjing, kucium anak2 satu persatu, "assalamu'alaikum........, umik ke kantor dulu ya!" Kubuka pintu depan, kudapati seorang laki2 separuh baya, berpakain batik rapi, wajahnya bersih, tubuhnya tegap, badannya terlihat sehat. Siapa ya, perasaan aku belum pernah ketemu. Ragu2 kusapa, "wonten kerso pak?" dengan mantap, tanpa sungkan, tanpa malu dia menjawab "njaluk!" Seperti tersambar petir mendengarnya, tidak salahkah pendengaranku, orang semuda dan setegap itu? Kuhela nafas panjang, kutahan segala perasaan, dengan senyum kujawab "ngapunten nggih pak!". Tanpa menjawab sepatah katapun laki2 tersebut berlalu meninggalkanku.

Sepanjang perjalanan ke kantor pikiranku tak bisa lepas dari kejadian itu. Aku jadi ingat, dulu pernah mendengar atau membaca sebuah riwayat atau mungkin hadist persisnya aku lupa, yang jelas aku ingat hanya "bahwa jangan pernah membiarkan tangan yang menadah tidak mendapat apa2". Astaghfirulloh, ya Alloh, ampuni aku yang telah membiarkan tangan laki2 itu membalik tanpa isi. Tapi kalau seandainya memang aku beri, bukankah aku telah mendidiknya untuk menjadi malas. Orang semuda dan setegap itu, pantaskah untuk diberi? Tiba2 saja aku jadi gelisah!

Sesampai di kantor, kuambil berkas2 yang menumpuk di meja kerja, sekumpulan draft konsep penanggulangan kemiskinan yang sedang kupersiapkan. Kupandangi, ......kubaca,.......kubolak balik. Akankah berhasil konsep2 ini jika mereka para masyarakat miskin begitu menikmati kemiskinannya?. Akankah berhasil konsep2 ini jika mereka telah terbiasa mendapatkan "ikan" hanya dengan menjual kemiskinannya? Ah ............inikah potret masyarakat kita yang sesungguhnya.

Aku teringat pada sebuah kisah. Pernah suatu kali pada sebuah acara kunjungan gubernur di sebuah dusun di daerah Trenggalek, ketika itu gubernur bertanya langsung pada seseorang yang berdasarkan kriteria termasuk masyarakat sangat miskin. "Bantuan apa yang bapak inginkan untuk mengatasi kemiskinan ini?" Dengan tegas dia jawab "Pak gubernur, saya memang tidak punya harta, tapi saya tidak miskin!" Subhanalloh..........!! Kontras betul dengan laki2 yang kutemui tadi.

Kembali kupandangi tumpukan berkas2 ini, apa yang sebenarnya terjadi, di mana letak kesalahan ini, darimana harus memulai mengurai permasalahan ini? Hhh.........

Kok, Umik Tidak Tertib !!!

Selasa, 31 Agustus 2010. Pulang kantor sudah jam 3 lebih, padahal hari ini ada undangan buka bersama di kantor jam 4. Ngebut........, sampai terengah2 rasanya menuju rumah.
Treteeeettt.......sampai di rumah anak2 masih pada tidur. Melihat pulasnya, tak tega rasanya untuk membangunkan. Akhirnya kutunggu sambil menyiapkan segala keperluan mereka.
Jam 4 pas, belum bangun juga. "Ayo, bangun, bangun, mandi, sholat!" Glodak, gubrak, mulailah acara hiruk pikuk rutinitas rebutan kamar mandi. Dan......setengah 5 semua sudah duduk manis dalam mobil.
Karena Abi belum bisa meninggalkan kantor, maka kami berempat berangkat sendiri. Tancap gas, selip kanan selip kiri sambil terus lihat jam yang gak mau berhenti, ....... semogaaaaa sampai di kantor tidak keduluan bapak pimpinan.
Di depan lampu lalu lintas sudah menyala kuning, kuinjak gas kuat2, yaaaachh.....ga nutut juga. Lampu merah menyala kuterobos saja. Tiba2,
"Kok, umik tidak tertib!" anakku yang kecil lantang menyeru
"Ng..., anu..., ng....., .......lha umik kesusu lho dik, mau direm gak bisa!" jawabku terbata2.

Astaghfirulloh, aku telah lupa. Bukankah selama ini telah kuajarkan anak2 bagaimana harus tertib di jalan, bagaimana harus mematuhi peraturan, harus memperhatikan rambu2. Dan hari ini aku telah mengajarkan satu hal jelek pada anakku "kalau keburu2 boleh melanggar rambu".

Inilah sesungguhnya tugas berat seorang ibu. Karena ibu adalah "madrasatul-ula" maka seorang ibu mesti berhati2 menjaga sikap, berhati2 menjaga cakap, yang lebih ekstrem lagi seorang ibu mesti "perfect". Apapun yang diajarkan atau tidak sengaja diajarkan pada anak2 akan membentuk pribadi mereka dan akan terbawa sepanjang hidupnya. Jadi mari jangan berhenti untuk selalu memperbaiki diri.

                                                                        Jombang, 31 Agustus 2010

RINDU

rindu menggebu
pada lembut belaimu
pada sejuk tuturmu
pada teduh tatapmu
pada nyaman pelukmu

dipangkuanmu
biasa kulabuhkan keluhku
walau tak banyak membantu
tapi mampu meringankan bebanku
semoga kita bertemu dalam waktu
yang tak pernah menyisakan rindu

                Dalam kerinduan yang dalam,  Minggu 1 Agustus 2010 11.27

Dalam Bayangan Kengerian

Sibuk berenang,
Dalam centang perentang,
Permasalahan,
Ego,
Kepentingan,
Ambisi,
Ketidak fahaman, ketidak pedulian,
Akankah aku sampai,
Ditepi tanpa kompromi,
Atau terbawa arus kendali,
Ah ..............ngeri

                                 Jum’at, 23 Juli 2010 12.45

Setelah 24 Tahun

Tahun 1986 yang lalu aku pernah ke sini bersama rombongan teman-teman SMAN 1 Nganjuk. Kesan yang kuingat saat itu, Bogor adalah sebuah kota yang sejuk, nyaman, dan adem di hati. Sejak itu aku berkeinginan suatu saat nanti aku pengin hidup di kota ini.

Sampai akhirnya, ..........setelah 24 tahun, aku kembali punya kesempatan ke sini bersama anak2, dan..........ternyata Bogor tak lagi seperti dulu. Panas, ruwet, semrawut. Hilang sudah sebuah keinginan yang terpendam puluhan tahun.
Ya, ... Alloh telah memilihkanku sebuah tempat yang begitu nyaman. Memang hanya sebuah kota kecil, kota yang tak pernah terbayangkan, apalagi terpikirkan. Tapi disinilah kutemukan kedamaian, disinilah sumber penghidupan kami, disinilah ladang amal kami. Terima kasih Alloh, Engkau selalu memilihkan yang terbaik bagiku.

Setiap manusia selalu menginginkan yang terbaik dalam hidupnya. Tapi terkadang yang didapatkan tidak selalu sama dengan apa yang diinginkan. Ada yang dengan lapang menerima, ada yang berkeluh kesah, bahkan ada yang menyumpah serapah. Allah berfirman " Boleh jadi engkau menyukai sesuatu padahal itu buruk bagimu. Dan boleh jadi engkau membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu."







                                                                   Kebun Raya Bogor, 10 Juli 2010

Minggu, 05 September 2010

Suatu masa di kota Jogja

Bagi sebagian orang alasan datang ke Jogja adalah Malioboro, Borobudur, Prambanan, keraton, dan tempat2 wisata lainnya. Tapi bagi anak2, alasan terbesar ke Jogja adalah bisa naik gunung sehari berkali2. Bagaimana bisa?
Kebetulan budenya anak2 bertempat tinggal di Jogja, dan rumahnya "persis" di bawah gunung, jadi setiap saat mereka bisa naik gunung. Kalau akhirnya jalan2 ke tempat wisata juga, bagi mereka itu hanya bonus saja.





 
Jogja, 29 Mei 2010

Sabtu, 04 September 2010

Catatan Pernikahan

Lima belas tahun bersama
Dalam tawa, dalam airmata
Meniti pelangi, mengarungi badai
Meski tiada yang abadi
Walau tiada ada yang sempurna
Semoga .............
Selalu bersama selamanya

                     Ultah pernikahan yang ke 15 : Jum’at, 21 Mei 2010 13.39