Kamis pagi, 2 September 2010. Siap2 berangkat ke kantor. Ambil sepatu, tas kujinjing, kucium anak2 satu persatu, "assalamu'alaikum........, umik ke kantor dulu ya!" Kubuka pintu depan, kudapati seorang laki2 separuh baya, berpakain batik rapi, wajahnya bersih, tubuhnya tegap, badannya terlihat sehat. Siapa ya, perasaan aku belum pernah ketemu. Ragu2 kusapa, "wonten kerso pak?" dengan mantap, tanpa sungkan, tanpa malu dia menjawab "njaluk!" Seperti tersambar petir mendengarnya, tidak salahkah pendengaranku, orang semuda dan setegap itu? Kuhela nafas panjang, kutahan segala perasaan, dengan senyum kujawab "ngapunten nggih pak!". Tanpa menjawab sepatah katapun laki2 tersebut berlalu meninggalkanku.
Sepanjang perjalanan ke kantor pikiranku tak bisa lepas dari kejadian itu. Aku jadi ingat, dulu pernah mendengar atau membaca sebuah riwayat atau mungkin hadist persisnya aku lupa, yang jelas aku ingat hanya "bahwa jangan pernah membiarkan tangan yang menadah tidak mendapat apa2". Astaghfirulloh, ya Alloh, ampuni aku yang telah membiarkan tangan laki2 itu membalik tanpa isi. Tapi kalau seandainya memang aku beri, bukankah aku telah mendidiknya untuk menjadi malas. Orang semuda dan setegap itu, pantaskah untuk diberi? Tiba2 saja aku jadi gelisah!
Sesampai di kantor, kuambil berkas2 yang menumpuk di meja kerja, sekumpulan draft konsep penanggulangan kemiskinan yang sedang kupersiapkan. Kupandangi, ......kubaca,.......kubolak balik. Akankah berhasil konsep2 ini jika mereka para masyarakat miskin begitu menikmati kemiskinannya?. Akankah berhasil konsep2 ini jika mereka telah terbiasa mendapatkan "ikan" hanya dengan menjual kemiskinannya? Ah ............inikah potret masyarakat kita yang sesungguhnya.
Aku teringat pada sebuah kisah. Pernah suatu kali pada sebuah acara kunjungan gubernur di sebuah dusun di daerah Trenggalek, ketika itu gubernur bertanya langsung pada seseorang yang berdasarkan kriteria termasuk masyarakat sangat miskin. "Bantuan apa yang bapak inginkan untuk mengatasi kemiskinan ini?" Dengan tegas dia jawab "Pak gubernur, saya memang tidak punya harta, tapi saya tidak miskin!" Subhanalloh..........!! Kontras betul dengan laki2 yang kutemui tadi.
Kembali kupandangi tumpukan berkas2 ini, apa yang sebenarnya terjadi, di mana letak kesalahan ini, darimana harus memulai mengurai permasalahan ini? Hhh.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar